Semenjak kakek Nabi Muhammad meninggal dunia, kota Makkah mengalami kekacauan dan kemerosotan. Ketertiban kota Makkah tidak terjaga, sering terjadi pemerasan, penganiayaan dan pembunuhan yang dilakukan secara terang - terangan. Jika hal ini dibiarkan terus berlangsung, maka akan merugikan penduduk kota Makkah itu sendiri.
Melihat keadaan tersebut pemimpin Quraisy merasa perlu untuk menjaga ketentraman dan mengembalikan keadaan kota Makkah seperti semula. Berkumpul lah para pemimpin Quraisy untuk bermusyawarah mengatasi kekacauan yang terjadi di kota Makkah. Pemuka atas pemimpin Quraisy tersebut terdiri dari Bani Hasyim, Bani Muthalib, Bani Asad, Bani Zuhrah dan Bani Tamim.
Dalam pertemuan tersebut, para pemimpin Quraisy bersumpah tak akan membiarkan orang - orang Makkah teraniaya dan apabila ada yang teraniaya akan dibela bersama - sama. Peristiwa ini dalam sejarah disebut Halful - Fudhul yang artinya perjanjian membela kehormatan bersama (kota Makkah). Pada waktu itu Nabi Muhammad berperan mewujudkan pertemuan tersebut.
Nama Nabi Muhammad semakin dikenal di kalangan penduduk Makkah, terutama dalam perannya mendamaikan sengketa yang terjadi antara pemuka - pemuka Quraisy dalam membangun kembali Ka'bah.
Pada mulanya mereka nampak bersatu dan bergotong royong memperbaiki keadaan Ka'bah yang rusak akibat terjadinya banjir besar yang melanda kota Makkah. Nabi Muhammad beserta masyarakat kota Makkah lainnya bekerja memperbaiki keadaan Ka'bah. Akan tetapi ketika perbaikan Ka'bah tersebut sampai pada tahap peletakan batu hitam (Hajar Aswad) ke tempat asalnya, terjadilah pertentangan sengit antara para pemuka Quraisy. Mereka masing - masing merasa berhak dan berebut kehormatan untuk mengembalikan Hajar Aswad ke tempat asalnya.
Pertentangan itu dapat teratasi setelah ada usulan dari salah seorang pemuka Quraisy yang berwibawa di kota Makkah bernama Abu Umayah bin Mughirah al-Makhzumi.
Abu Umayah mengusulkan, bahwa untuk menyelesaikan pertentangan tersebut harus ditunjuk seorang hakim. Menurut Abu Umayah yang menjadi hakim haruslah orang yang pertama kali masuk masjid dari Babu Shafa (Pintu Shafa) pada esok harinya. Ternyata orang yang pertama kali masuk pintu tersebut adalah Nabi Muhammad yang telah dikenal sebagai orang yang jujur dan dipercaya. Mereka akan menerima dan akan melaksanakan keputusan dan cara yang diambil Nabi Muhammad. Terlebih lagi cara itu mengikutsertakan semua pemuka Quraisy yang bertentangan tadi.
Nabi Muhammad dengan bijaksana melaksanakan tugas nya. Beliau bentangkan sehelai kain di tanah dan batu hitam (Hajar Aswad) tersebut diletakkan di tengahnya. Nabi Muhammad kemudian meminta kepada setiap pemuka Quraisy yang bertentangan tersebut untuk memegang ujung kain dan mengangkat Hajar Aswad tersebut secara bersama - sama ke tempatnya semula. Akhirnya pertentangan itu selesai dengan semua pemuka Quraisy merasa senang
0 Response to "Usaha-Usaha Muhammad dalam Urusan Kemasyarakatan"
Post a Comment